domenica 28 ottobre 2012

The words of St. Conforti

è meraviglioso il disegno di chi vota a Dio una vita di povertà, di obbedienza e di castità perpetua: e più meraviglioso appare in quelle schiere innumerevoli di uomini e di donne che poi mantengono saldo sino all'ultimo il loro proposito. è meraviglioso  chi si dedica nei pubblici ospedali al sollievo di tute le umane infermità e più meraviglioso ancora chi fa sacrificio della patria, degli amici e dei parenti per portare la fiaccola della fede e della civiltà cristiana a terre infedeli e barbare (St. Conforti, L'omelia della cresima a Parma, 6 Gennaio 1924, in FCT 17,453)
 
How wonderful the design of those who vote to God a life of poverty, obedience and perpetual chastity, and most wonderful appears in the multitudes of men and women who maintain their fidelity until the end of their purpose. How wonderful those who engaging in public hospitals for the relief of human infirmities. How wonderful those who sacrifice their home, friends and relatives to carry the torch of faith and of Christian civilization to barbarians and infidels (St. Conforti, the homily of Confirmation in Parma, January 6, 1924, in FCT 17.453)
 
Betapa indah rencana mereka yang memilih Allah, kemudian mengungkapkannya dalam hidup kemiskinan, ketaatan dan kemurnian abadi. Betapa lebih indah kehadiran orang yang tak terhitung jumlahnya, yang menjaga keteaatan sampai akhir tujuan mereka. Betapa indah mereka yang terlibat di rumah sakit umum untuk menghilangkan kelemahan manusia. Dan betapa lebih indah mereka yang mengorbankan rumah, teman-teman dan kerabat untuk membawa obor iman dan peradaban katolik kepada orang-orang yang belum mengenal Kristus (St Conforti, homili Konfirmasi di Parma, 6 Januari 1924, di FCT 17,453).
 
p. alfonsus widhi sx

sabato 27 ottobre 2012

Minggu panggilan bartimeus

Bartimeus, berangkat dari kepasifan di pinggir jalan, telah mengalami Yesus secara personal. Pengalaman iman ini membuat dia bangun dan beranjak dari kepasifan menuju keterlibatan aktif untuk mengikuti Yesus.
Pada hari jumat, 26 oktober 2012, para peserta sinode tentang evangelisasi baru di Vatikan menyepakati sebuah pesan untuk diberikan kepada kita semua. Salah satu pesan itu dilontarkan kepada komunitas-komunitas katolik – kepada Gereja di seluruh dunia berdasarkan situasi setempat. Gereja timur dianjurkan untuk menciptakan perdamaian dan kebebasan beragama; Gereja di Afrika dianjurkan untuk mengembangkan evangelisasi dan mempertemukannya dengan budaya lama dan baru, sambil menyerukan kepada pemerintah-pemerintah untuk menghentikan konflik dan kekerasan; Gereja di Amerika Utara dianjurkan untuk memperhatikan pertobatan baru, terbuka dan menerima para pengungsi dan imigran; Gereja di Amerika Latin diundang untuk menghadapi tantangan sepanjang masa, yaitu kemiskinan, kekerasan dan dialog dengan berbagai aliran kepercayaan; Gereja di Asia, dimana masih tetap merupakan kelompok minoritas dan kerap mendapat diskriminasi, diharapkan tetap berteguh dalam iman; Gereja di Eropa diharapkan terus membangun martabat manusia dan bene comune, Gereja di Oceania dianjurkan untuk memperkaya pewartaan Injil.
Para saudara/i terkasih, masih maukah kita bangkit dan terlibat dalam karya evangelisasi Gereja? Apapun bentuknya, anda semua dipanggil untuk mengikuti Kristus dan  menjadi saksi-Nya dimana anda berada.
Selamat merayakan iman bersama dengan komunitas.
p. alfonsus widhi sx
postulat-novisiat xaverian - Bintaro

giovedì 18 ottobre 2012

Serikat Misionaris Xaverian (1)

Siapa sih para misionaris xaverian itu? Wah.... kalo dipikir-pikir gak akan ketemu!! Mustinya nie ketemu langsung sama orangnya.... Nah, baru itu sebuah kemajuan. Apalagi, kalo bisa gaul dan ngobrol langsung, wah.... heboh dech!!!!!
Kalao kamu bertanya tentang apa itu xaverian, berarti banyak dong informasi yang bisa dibagikan. misalnya, dari mana sih namanya itu muncul? kok bisa-bisanya pake nama misionaris, apa nggak ngeri di zaman dialogis kayak milenium ketiga ini? Pernah ada yang punya pertanyaan super yahut: karismanya apa ya? karisma itu makanan dari mana ya... apa temannya suzuki, honda dan kawasaki???? waduh.... waduh... jadi ngalor ngidul gak dech....
Tuh kan dah penasaran.... skarang mo dari mana nie mulainya.
Kita mulai dari yang inspiratif dan sensasional dulu ah... dari akarnya di zaman tempoe doeloe, lebih dari seabad yang lalu dech, biar lebih afdol dan gak bikin dongkol dengan yang aneh-aneh....
Pada mulanya.... (ini ngutip dari kitab Kejadian bab satu ayat satu) berangkat dari satu prinsip: Roh Tuhan terus menerus menjiwai Gereja dan meperbaharui kesadaran Gereja akan tugas perutusannya di dunia. Dari prinsip pokok ini mulai diaktualisasikan ke dalam diri St. Guido Conforti. Roh Tuhan ini pula yang telah mengilhaminya agar mengabdikan diri untuk mewartakan Injil kepada orang-orang yang belum mengenal Yesus Kristus dan menghimpun orang-orang terpanggil di dalam suatu komunitas misioner untuk mempersembahkan kehidupannya kepada Allah demi cita-cita yang sama.
Gile... singkat, padat, berisi dan semoga jelas juga. Kalao belum, yuk kita ulang lagi. Yang pertama itu adalah niat mewartakan Yesus Kristus dengan kata dan tindakan, dengan menjadi saksi hidup dari Kristus bagi siapa saja yang ingin ngefans berat dengan Dia. Yang kedua... tidak hanya buat mereka yang blom kenal, St. Conforti juga mengumpulkan para bonèk, yang mau secara serius untuk menjadi saksi hidup Kristus seumur hidup! Emangnya bukan bonèk kalo gini. Jelas dibutuhkan banyak orang gila yang bisa dipertanggungjawabkan, karena Salib Kristus! Pokoknya gak ada jalan tengah dech untuk mereka ini. Gilanya lagi... planet bumi kita ini, bagi para xaverian itu layaknya seperti sebuah rumah. Pindah ke satu tempat ke tempat lain, dari satu negara ke negara lain itu ibaratnya keluar dari satu kamar dan masuk ke kamar yang lain. wah.. wah.. wah.... emang totalitas yang diminta bagi para saksi seumur hidup ini.
Maka, dengan mengikuti jejak pendiri dan mengaktualisasikan kharisma yang sama, kita para xaverian menjawab perintah Tuhan «Pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah kabar baik kepada semua mahluk» (Mk 16,15)
Tapi, namanya kok gak ada kaitannya dengan pendirinya ya? Apa kaitannya xaverian dan St. Conforti? Inilah inspirasi the best nya, Sang Pendiri memiliki sebuah cita-cita agar para anggotanya itu memiliki semangat berkobar-kobar, pikiran, niat, hati dan kehendak yang keras pada satu tujuan saja, yaitu mewartakan Kristus pada orang yang belum mengenalnya. Yang lain-lain itu dah diurus sama orang lain, jadi gak perlu repot-repot. Bukannya kita ini satu keluarga. Jadi, layaknya dalam sebuah keluarga, ada yang bekerja, ada juga yang istirahat; ada yang pergi ke luar, ada juga yang tingagl di dalam. Demikianlah hendaknya di dalam penghayatan akan tugas ekslusif dan khas dari para xaverian.
Akhir kata.... pada bagian satu ini, sebuah pengantar kiranya cukup sekian dulu yak. Kita lanjutkan dengan bagian berikut tentang xaverian dari sisi yang lain.
P. Alfonsus widhi sx
Postulat Xaverian di Bintaro

Tahun iman: St. Conforti dan pengalaman Kristus yang Tersalib

Bangga dengan Yesus!
Foto: M. Frasinetti
Suatu sore, sambil memangku si Conforti kecil dalam pangkuannya, ibu Antonia menunjukkan kepadanya sebuah salib. Sambil memegang jari jemari Guido, si ibu menuntunnya untuk menyentuh bekas-bekas luka pada paku di Salib sambil berkata: «lihatlah, betapa Allah bersengsara untuk kita».[1]
 
Kesan pertama yang baik adalah sebuah titik pijak yang kokoh untuk terus maju. Inilah saat pertemuan privat antara tatapan mata si Conforti kecil dengan Yesus yang memandang dari salib. Ini adalah sebuah peristiwa sederhana yang terjadi pada diri semua orang. Peristiwa ini bisa terbang bersama dengan angin yang berlari bersama dengan waktu. Namun, tatapan mata dari kayu salib pada sore hari itu membekas di hati si Conforti kecil, merongrongnya dan mendesak dia sepanjang hidup untuk selalu berangkat dari Yang Tersalib.
Inilah peristiwa “pertobatan” si Guido, sebuah peristiwa yang menjadi karakter dari semua orang beriman. Disebut pertobatan karena ada dua unsur penting di dalamnya. Pertama, karena ada rahmat Allah yang berkarya dan kedua, ada sebuah gejala iman yang mentransformasi dinamika kehidupan pribadi dan yang mempengaruhi cara si Conforti kecil untuk berada, berpikir, bertindak dan berelasi di dalam sejarah.
Gejala iman itu bisa berupa sebuah kematian dari beberapa aspek negatif atau egoisme yang manusia miliki. Pertemuan dengan Yang Tersalib membantunya untuk keluar dari kematian ini dan melihat wajah Kristus terpancar dalam wajah setiap orang yang dia temui. Maka, bisa dikatakan bahwa tidak ada seorang katolik tanpa sebuah pengalaman bersama dengan dan di dalam Salib. Pilihan mengikuti jejak Kristus tidak pernah berhenti pada saat pembabtisan. Itulah sebabnya, di setiap jenjang kehidupan manusia, selalu ada saat “kematian” dan “pertobatan” yang harus dirayakan.
Pada musim gugur di tahun 1872, si Conforti kecil pindah dari Casalora ke kota Parma yang berjarak sekitar 13 kilometer. Di kota ini dia memasuki jenjang sekolah dasar di Institut La Salle, dekat di rumah keluarga Maini di jl. Borgo Torto, n° 8. Selama lima tahun tinggal di keluarga ini, si Conforti kecil yang baru berusia delapan tahun belajar hidup sebagai seorang katolik dengan kesederhanaan yang menjadi karakternya. Hidup terpisah dari orang tuanya memberikan waktu kepadanya untuk mengenang saat-saat indah bersama dengan keluarga dan mengingat bagaimana ibunya mengajarinya berdoa.
Pertemuan dengan Yesus yang tersalib di dalam sebuah oratorio yang selalu dia lewati setiap pagi menuju ke sekolah membangunkan kembali kenangan, ketika dia mengenal-Nya dari ibunya. Maka, pertemuan dengan salib Kristus yang besar, amat indah, amat hidup dan sangat menarik perhatian di oratorio tersebut, memanggil kembali kenangan hati masa kecilnya dahulu: “lihatlah, betapa Allah bersengsara untuk kita”.
Kegembiraan bertemu dengan iman yang dimiliki oleh ibunya menuntunnya untuk berlutut dan hening sejenak di depan Kristus yang Tersalib. Keindahan itu tertuang ketika dia menulis “aku memandang Dia dan Dia memandang aku. Seolah-olah, Dia mengatakan banyak hal kepadaku”.[2]
 
Dengan kesaksian ini, Santo Conforti kecil menunjukkan keindahan pertemuan iman dengan Kristus yang Tersalib, sebuah pertemuan yang dipenuhi dengan persahabatan dimana di dalamnya dia berkomunikasi dan mendengar Yang Tersalib. Ketika tatapan-Nya yang memikat melayang ke atas bumi dan tertumpu kepada dia yang berlutut di hadapan-Nya, Dia melepaskan dahaga jiwa yang haus dan yang terus mencari-Nya. Tatapan tajam matanya mengungkapkan keindahan dan kebesaran cinta kasih Allah kepada kita semua melalui penderitaan dan kematian-Nya di kayu salib. Melalui kesederhanaan ini, terbukalah sebuah cakrawala peziarahan iman yang akan memperkaya dan menopang Guido Conforti sebagai bapak para misionaris dan uskup bagi kota Ravenna dan Parma.
 
P. Alfonsus Widhi sx
Postulat Xaverian di Bintaro







[1] Positio, Josephus Schianchi (LXVI), 331.
[2] Demikian dia menggambarkan pengalamannya yang penuh makna dengan Kristus ketika masih kecil, dikisahkan kepada Don Ormisda Pellegri di kediamannya di keuskupan Parma. bdk. Positio, Ormisda Pellegri (X), 60.

sabato 13 ottobre 2012

Paus Benediktus: Tuhan beserta kita hingga hari ini

50 tahun yang lalu saya juga berada di sini…menghadap ke jendela ini dan menatap seorang Paus yang sangat baik, Beato Yohanes XXIII. Dia berbicara kepada kami dengan kata-kata yang tak terlupakan, penuh dengan puisi dan kemurahan hati, kata-katanya meluap dari kepenuhan hati. Kami semua pada waktu itu amat bahagia,dan penuh antuusias. Sebuah konsili baru saja dimulai dan menjanjikan sebuah musim semi bagi Gereja, menjanjikan sebuah Pentakosta baru, dengan kehadiran yang kuat, dari rahmat yang membebaskan dari Injil. Juga pada hari ini kita berbahagia. Kita bawa kebahagiaan itu di dalam hati kita. Bisa jadi sebuah kebahagiaan yang lebih sederhana dan lebih rendah hati. Di dalam kurun 50 tahun ini, kita telah melihat bahwa Dosa asal itu ada, dan ini muncul di dalam berbagai bentuk dosa-dosa pribadi, dan dapat menjadi struktur dosa. “Kita telah melihat bahwa dalam ladang Tuhan selalu ada gulma, ada ilalang. Kita telah melihat bahwa di dalam jaring Petrus, juga terdpat ikan yang jelek. Kita telah melihat bahwa kerapuhan manusia juga hadir di dalam Gereja. Di sini kita menyadari bahwa bahtera Gereja sedang berlayar melawan angin yang berlawanan, dengan berbagai badai yang mengancam bahtera itu sendiri. Dan kadang-kadang kita berpikir, “Tuhan tidur dan Dia sudah melupakan kita”. Inilah salah satu dari pengalaman di dalam kurun 50 tahun ini. Selain itu, kita juga memiliki sebuah pengalaman baru tentang kehadiran Tuhan, tentang kebaikan dan kemurahan hatinya. Api Roh Kudus, Api dari Kristus sendiri bukanlah sebuah api yang menghanguskan, yang menghancurkan, melainkan sebuah api yang penuh keheningan, sebuah api kecil yang penuh kebaikan hati dan kebenaran. Kita telah melihat bahwa Tuhan tidak melupakan kita. Dia tetap hadirdalam kesederhanaan dan memberikan kekuatan pada hati kita, kehidupan kita, menciptakan berbagai karisma dan kebaikan hati yang menerangi dunia. Inilah jaminan dari kemurahan hati Allah. Kita bisa berbahagia sekarang dan memohon agar karena kebaikan-Nya tidak meredup dan tetap kuat hingga sekarang. Sebagai penutup, saya ingin mengulang kata-kata yang tidak terlupakan dari Paus Yohanes XXIII (di dalam sambutan yang terkenal dengan “Khotbah tentang bulan”): “Pulanglah ke rumah, berikanlah ciuman kepada anak-anak dan katakanlah pada mereka, bahwa ini dari Paus.” 
terjemahan: P. Alfons sx

domenica 7 ottobre 2012

Kawin - cerai .... masih setia?

Suatu ketika ada seseorang pemuda yang mendapat perintah untuk menikahi seorang pemudi. Karena enggan, hormat dan keseganan yang dia miliki, akhirnya pemuda itu menikahiseorang pemudi, yang adalah seorang perempuan sundal. Ketiga anak yang dilahirkannya diberi nama "aku hukum", "tidak ada belas kasih/ampun" dan "tidak ada relasi" (putus hubungan). Ketika kupikir dan kurenungkan peristiwa ini.... sangat aneh dan asing bagiku. Namun begitulah kisahnya.. kisah seorang nabi yang bernama Hosea. 
Tentu historitas relasi ini bisa dipertanyakan, namun, yang ingin disampaikan adalah bahwa figur yang ditampilkan dalam metafora perkawinan ini adalah dinamika relasi antara Allah dan bangsa Israel, yang kerap mangkir dan mengkhianati kesetiaan Allah.
Ternyata, ceritanya tidak berhenti di sini. Berkali kali Israel mengkhianatinya, namun, dengan kesabaran dan kerendahan hatinya, Allah mencoba menarik hatinya. Allah mencoba membawanya ke tempat sunyi dan sepi (padang gurun) dan berbicara dengan hatinya.
Indah sekali pernyataan itu... kutulis indah, karena konsepnya amat sederhana: cinta kasih. Cinta yang indah itu sederhana dan tanpa macam-macam topeng yang menutupinya. Indah karena di dalam cinta itu ada saling berbagi, kesetiaan, tidak terputuskan selamanya. Tapi kalau dipikir-pikir sejenak, seolah-oleh tiga aspek itu merupakan sebuah ancaman bagi kebebasan manusia? Tidak!!! Justru ketiga aspek itu merupakan bantuan Allah untuk melanggengkan aktualisasi cinta manusia.
Tentu ketika orang memutuskan untuk menikah, dia berniat memberikan diri seutuhnya bagi pasangannya, mengharapkan pasangannya bertindak demikian dan tidak mengharapkan sedikitpun pengkhianatan dari pasangannya tersebut  (Mk 10,2-12).
Tapi, kalau salah satu dari pasangan tersebut selingkuh, apa yang terjadi? Bagaimana kita harus bertindak? Mari kita melihat visi Allah tentang manusia di dalam Kej 2,18-24. Allah menciptakan manusia untuk saling menolong. Allah menciptakannya tidak sekedar untuk hidup bersama dan menghasilkan sesuatu. namun agar kedua manusia yang saling mencinta itu sanggup untuk tinggal sehati dan sejiwa bersama dengan pasangannya. Dengan kekuatan cinta yang tulus ini, diharapkan agar masing-masing merasakan kekuatan cinta dari orang lain. "Merasa diri dicintai" merupakan salah satu kondisi agar dapat mengampuni. Apalagi, sistem sosial dimana keluarga-keluarga katolik tinggal kerap tidak mendukung nilai-nilai injili yang ingin mereka hidupi. Dunia yang terpecah, egois, ingin menang sendiri, tidakjujur, serakah, terue menerus menggunakan kekerasan sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah ... adalah sekelumit gaya hidup yang ditawarkan sebagai racun yang memabukkan bagi keluarga. Kalau tidak mengikuti gaya seperti ini, mereka merasa akan terlempar keluar. Inilah serangan yang kuat kepada pasangan suami istri yang berniat sehidup semati, dalam suka dan duka, untung dan malang.. seumur hidup. Kalau kebacut terjadi perselisihan yang tidak terjembatani?
Mari kita ingat Yer 31,3 "Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal, sebab itu aku melanjtkan kasih setiaku kepadamu".  Saya ingin menekankan kata melanjutkan sebagai salah satu bentuk kesetiaan kepada cinta itu sendiri. Yang mau dibela di sini adalah kesatuan cinta yang indah seperti bunga di musim semi. 
Maka, sebagai ajakan, marilah kita memupuk iman kita dengan mempelajarinya. Marilah kita meneguhkan iman kita dan belajar dari rosario: merenungkan misteri-misteri iman bersama dengan Bunda Maria. Mari kita ingat bahwa di dalam Gereja, kita tidak bertemu dengan sebuah rumusan teori, melainkan kita bertemu dengan seseorang yang hidup dan mati untuk kita, Yesus Kristus.
Maka, jika pernikahan adlaah sakramen cinta kasih Allah, maka kesetiaan suami istri adalah pernyataan dari cinta kasih itu sendiri.
Selamat berjuang untuk setia, seperti Yesus setia juga kepada kehidupan dan sejarah kita.

P. Alfonsus Widhi sx
Bintaro

sabato 6 ottobre 2012

La domenica della fedeltà (Gen 2,18-24 e Mc 10,2-12)

la processione per la messa della domenica dedicata dedicata alle vocazioni

Il messaggio più chiaro di così??? Le letture di questa domenica ci propongono due chiavi ossia due strategie per vivere in questo mondo frantumato dai vari stili di vita. Quando si parla del matrimonio, a volte si pensa subito alla "difficoltà" per rimanere fedele per tutta la vita, cioè, al problema dell'indissolubilità, alla fedeltà per sempre in mezzo al mondo indovinabile. Se si pensasse al volo... è impossibile rimanere dritti sulla stessa pietra, quando c'è il vento forte! 
Perchè si tende a vedere questa difficoltà? Qui si tratta del cuore umano, che è proprio umano, fatto da carne e sangue. non si può conoscere i suoi movimenti. è così fragile, come l'ostia tra le nostre mani. Possiamo fare tutto di tutti questa ostia come se fosse un nulla. è così fatto il cuore umano. Nella sua fragilità però, non dimentichiamo che la sede della sapienza si trova qui. Quando il vivere la fede si fa soltanto teologando il cervello senza coinvolgere il cuore, potremmo avere una vita bella, ma non piena. ho scritto "non piena" perchè non è coinvolta l'esperienza personale, il raccoglimento di fronte alle varie situazioni che danno i vari colori nella nostra storia.
Poi, come si dovrebbe ragionare l'esperienza dell'impegno e della fedeltà? Torniamo alla visione che Dio ha sull'uomo, maschio e donna. entrambi sono creati per aiutarsi, per amarsi. Non sono creati tanto per stare insieme e produrre qualcosa, ma stare insieme per divenire una cosa sola. La famiglia non è una azienda in cui i più bravi e competenti del mondo sono riuniti. Essa non è un gruppo di persone che gestisce la famiglia dividendo i compiti. Tra entrambi, marito e moglie, ci sono dei legami intrecciati basati sull'amore. Questo argomento è molto delicato. Quando si tratta di un vero amore da parte dello sposo verso la sposa, vice versa. Credo che ad ognuno spera che la coppia abbia un sincero amore e lo risponde con la fedeltà sincera. Ognuno di noi non abbiamo neanche per sogno sperare che l'altro ci tradisce. La fatica, il sudore, la perseveranza sono alcuni elementi che pian piano ci dirigono verso la fedeltà.
Perchè mi sono concentrato sulla fedeltà? La nostra famiglia di oggi è bombardata dai vari elementi del mondo frantumanto, un mondo che quasi sta perdendo la bellezza della creazione e il motivo per cui è stato creato, un mondo che ci offre uno stile di vita non cristiana adorando l'egoismo e l'hedonismo, un mondo... nella sua frammentarietà cerca sempre di equilibrare la sua vita.. finchè dura! Come la diffendiamo? Se il matrimonio è davvero un sacramento dell'amore di Dio, allora la fedeltà degli sposi è una relazione d'amore. Ma questo non vale soltanto per gli sposi, vale anche i suoi valori per i religiosi, i sacerdoti, i laici impegnati, gli operai, i teologi, gli insegnanti, i dottori, i macchinisti, i musicisti ecc.... Quando il tuo cuore ha deciso con la sua sapienza nella serenità, nella pace e incontra la gioia interiore, quella decisione potrebbe essere la vera voce che ti conduce per costruire il Regno di Dio in modo più adeguato alla tua condizione.
Preghiamo, alla fine di questa riflessione... per tutte le persone tradite, o si sentono tradite, per le famiglie separate, per i ragazzi dai genitori separati, per le persone che stanno costruendo una famiglia, per i fidanzati, per le famiglie che compiono l'anniversario del loro matrimonio e per tutte le persone di buona volontà che si impegnano per vivere da cristiano nella complessitià di questo mondo odierno. Ricordiamo queste belle ed impegnative parole: "Ti ho amato di amore eterno e per questo ti conservo ancora fedeltà" (Ger 31,3).
Buona domenica della fedeltà.

p. alfonsus widhi,sx
Bintaro - Indonesia

giovedì 4 ottobre 2012

Fransiskus dari Assisi: "Perbaikilah GerejaKu"

Puncak Basilika St. Petrus di Roma, dari sebuah lubang kunci
St. Fransiskus dari Assisi merupakan seorang tokoh besar dalam sejarah spiritualitas, dalam sejarah pembaharuan yang terjadi di dalam tubuh Gereja. Imbas dari intuisi karisma yang dia miliki, tidak bertahan dalam satu dua abad saja, melainkan terasa hingga sekarang.
Salah satu aspek kehidupannya yang amat berkesan buat saya adalah cintanya yang amat besar pada Yesus Kristus yang lahir di dalam kemiskinan di Betlehem dan yang wafat di dalam kemiskinan di sebuah tonggak salib.
Mengapa dua peristiwa ini, kelahiran dan wafat, merupakan peristiwa yang memikat di dalam kehidupan Fransiskus? Figur yang meninggalkan warisan berupa gua natal ini menggarisbawahi besarnya cinta kasih Allah kepada kita, yang memberikan Putera Tunggal-Nya bagi kehidupan kita. Allah yang kita imani bukanlah seorang pribadi yang alergi pada kemanusiaan kita.Dalam inkarnasi itu, Allah justru menggunakan bahasa simbol kita sehari-hari sebagai sarana untuk bisa berkomunikasi dan berdialog dengan kita. Tanpa cintakasih yang total, bagaimana mungkin Allah maha kuasa dan maha besar mau menjelma di dalam diri manusia yang amat rapuh dan terbatas?
Inilah akar dari spiritualitas kemiskinan yang dimiliki oleh Fransiskus: cintakasih yang amat besar kepada Allah yang memberikan diri seutuhNya.  Dalam prakteknya, kita menemui kisah dimana dia berani meninggalkan segala-galanya, bahkan pakaian terakhir yang dia miliki pun dia bagikan pada orang yang membutuhkan.
Namun, tidak cukup meninggalkan segala-galanya!!! Bagi Fransiskus, masih ada yang lebih penting dari sekedar sikap meninggalkan segalanya, yaitu iman dan pengharapan tiada henti kepada Allah yang menyelenggarakan kehidupan. Itulah sebabnya dia berani meninggalkan segala sesuatu.. demi Kerajaan Surga dan demi membangun Gereja Allah di dunia ini yang sedang mengalami krisis dan kerapuhan!
Inilah sikap yang mengaktualisasi pesan Yesus: Aku mengirim kamu ke tengah-tengah serigala! Tetapi, bukan untuk menjadi mangsa yang empuk bagi mereka, melainkan menjadi pembagi rahmat. kita dipanggil untuk menjadi PENGIKUT KRISTUS. Artinya: mengikuti Dia dari belakang. Artinya: menjadikan Yesus sebagai model bagi hidup kita. Artinya: berani menjawab arogansi para serigala dengan kesabaran yang mengampuni. 
Ini semua karena hati yang lembut adalah senjata paling ampuh untuk memotong rantai kejahatan. Dan pengharapan kitapun akan berpangku pada visio Dei.. melihat Allah di dalam kemuliaanNya.

P. alfonsus widhi sx
Bintaro 4 oktober 2012

Lettura d'oggi

Friends